Terinspirasi dari gugatan yang dilayangkan oleh Joachim Sauter selaku pendiri ART+COM kepada Google karena algoritma buatannya untuk Terra Vision ditiru habis-habisan oleh Google Earth, The Billion Dollar Code adalah sebuah miniseri sepanjang empat episode yang akan mencengkram kamu erat-erat sejak episode pembuka sekaligus menyimpan banyak kejutan dalam perjalanannya. Miniseri ini menghadirkan kisah pertarungan antara wong cilik dengan korporasi raksasa di pengadilan dalam memperebutkan hak paten untuk salah satu penemuan terbesar abad ini yang terbagi ke dua linimasa; 1993 dan 2017. Kesanggupan penonton untuk bersimpati kepada karakter-karakternya dan ketertarikan pada kasus yang sukar ditemui artikelnya di internet menjadi alasan utama mengapa The Billion Dollar Code punya daya pikat yang begitu kuat sehingga bukan tidak mungkin kamu akan menuntaskan miniseri ini hanya dalam sekali duduk.

Apakah kamu tahu kalau salah satu penemuan terbesar abad ini, Google Earth, pernah digugat oleh programmer asal Jerman karena dinilai telah melanggar hak cipta? Rasa-rasanya tak banyak yang mengetahui kasus gugatan ini. Bahkan saya pribadi baru mengetahuinya setelah menyaksikan miniseri empat episode di Netflix berjudul The Billion Dollar Code yang mendokumentasikan secara komprehensif pertarungan David melawan Goliath dari dunia teknologi tersebut. Jangan harap kamu bisa menemukan referensi artikelnya melalui mesin pencarian Google – walau ada sedikit tersebar di sana sini – karena you know lah, mana mungkin mereka akan mempersilahkan aib yang mencoreng reputasi terpampang dengan mudah di salah satu ciptaan mereka?
Minimnya sumber rujukan relevan yang memaparkan kronologi kasus mungkin akan membuat sebagian penonton mempertanyakan keabsahan cerita yang disampaikan oleh miniseri ini. Tapi bagi saya pribadi, minimnya informasi justru memperkuat daya tarik The Billion Dollar Code lantaran memunculkan satu pernyataan yang menurut saya merupakan bukti bahwa tontonan ini berhasil mencuri perhatian penonton, “apa yang akan terjadi selanjutnya?”
Ya, The Billion Dollar Code telah menggaet atensi sedari awal mula. Membuka narasi di tahun 2017 atau lebih spesifiknya enam pekan sebelum persidangan, kita dipertemukan dengan dua jenius komputer, Carsten Schlüter (Mark Waschke) dan Juri Müller (Misel Maticevic), bersama pengacara mereka yang sedang dicecar pertanyaan oleh pengacara dari pihak Google mengenai masa lalu keduanya. Guna menjabarkan apa yang sebetulnya sedang diperjuangkan oleh duo tokoh utama, penonton disodori flashback yang membawa kita kembali ke tahun 1993.
Pada masa itu, Carsten (versi muda diperankan oleh Leonard Scheicher), adalah seorang mahasiswa S2 jurusan seni yang sedang berjuang menuntaskan tugas akhirnya. Ditengah upayanya menemukan solusi atas permasalahan dalam tugasnya, dia bertemu dengan seorang programer bernama Juri (Marius Ahrendt) yang tertarik pada instalasi buatan Carsten. Dari perbincangan-perbincangan di warung kebab mengenai teknologi, internet, serta masa depan, keduanya menyadari bahwa mereka punya visi misi serupa. Kesamaan pandangan ini disempurnakan oleh tercetusnya satu gagasan besar nan revolusioner yakni peta dunia virtual bernama Terra Vision. Bagaimana jika kamu bisa mengunjungi suatu tempat di belahan dunia manapun hanya bermodalkan komputer?

Demi mewujudkan penemuan yang membutuhkan biaya mahal sekaligus teknologi paling mutakhir tersebut, keduanya ajukan penawaran ke perusahaan BUMN Deutsche Telekom yang belakangan bersedia memfasilitasi proyek Carsten dan Juri dengan satu syarat; Terra Vision harus bisa direalisasikan dalam waktu satu tahun sekaligus diperkenalkan untuk pertama kali melalui konferensi ITU di Kyoto pada tahun 1994. Mudah diterka bahwa tantangan ini berhasil ditaklukkan dengan mudah oleh duo Carsten dan Juri meski dibumbui sejumput drama di menit-menit akhir.
Tapi apa yang membuat miniseri ini terasa menggigit dan baru benar-benar mengemuka setelah mereka berdua kembali dari Kyoto dan algoritma Terra Vision ditiru habis-habisan oleh Google Earth. Saya tak akan membeberkan secara detil apa-apa saja yang terjadi di dua episode terakhir demi menjaga keasyikanmu dalam menyaksikan The Billion Dollar Code. Cuma satu hal yang jelas, ada bumbu-bumbu penyedap berupa pengkhianatan, persahabatan yang retak, dan mimpi hancur berantakan yang membuatmu harap-harap cemas terhadap nasib dua protagonis kita ini. Apakah mereka masih bisa memperjuangkan Terra Vision atau terpaksa mengakui kedigdayaan Google?
Selalu menarik menyaksikan tontonan yang menampilkan pertarungan antara wong cilik dengan korporasi raksasa di pengadilan. Terlebih, Robert Thalheim selaku sutradara sanggup menghadirkan ketegangan jelang dan kala persidangan berlangsung, sekaligus memunculkan simpati kita terhadap dua anak muda bermimpi besar (Carsten yang ambisius dan Juri yang kesepian dimainkan secara cemerlang oleh masing-masing aktor) yang sayangnya kesulitan mewujudkan mimpi mereka menjadi penemu yang diakui dunia akibat sistem yang tak menyokong dan kenaifan masa muda. Ide-ide hebat mereka kerap diremehkan oleh investor lantaran dianggap terlampau mengada-ada dan mereka juga terlalu naif dengan menganggap siapapun yang memberi dukungan sebagai orang yang bisa dipercaya.
Kesanggupan penonton untuk menginvestasikan emosi ke duo tokoh utamanya inilah yang menjadi kunci keberhasilan The Billion Dollar Code karena kita membawa misi utama, yakni ingin melihat mereka yang didzalimi oleh Google akhirnya mendapatkan kompensasi yang layak. Carsten dan Juri pun bukan satu-satunya pihak yang kecolongan soal hak paten karena ada jutaan manusia lain yang pernah mengalami isu serupa dari berbagai bidang. Ya, miniseri ini sejatinya hadirkan topik yang dekat dengan kita. Jika kamu mempunyai ide atau bisnis yang mengandung kekayaan intelektual, maka The Billion Dollar Code adalah pengingat yang relevan agar kita tak menyepelekan hak cipta maupun hak paten. Bagus!
Ditulis oleh Taufiqur Rizal pemilik akun Twitter @TarizSolis