Tutup #NoNutNovember dengan 5 Film Non-Seksual Bertema Sexual Celibacy Ini

Pertama-tama, selamat mengakhiri #NoNutNovember bagi yang menunaikan. Bagi yang belum tahu, #NoNutNovember, seperti #NoShaveNovember atau #Inktober dari bulan sebelumnya adalah tantangan internet yang berlangsung selama bulan November. Tantangan kali ini spesifik buat pria (tapi mungkin bisa juga disesuaikan untuk wanita) untuk menahan diri dari gairah seksual selama satu bulan. Tanpa seks, tanpa masturbasi. Intinya tak boleh ejakulasi (nut). Bagi yang berhasil menyelesaikan tantangan online ini, Desember telah menanti dengan #DestroyDickDecember yang dari namanya saja sudah menandakan kebalikan tantangan November (but, that’s a topic for another day). Yang jelas, mari tutup #NoNutNovember dengan membahas film-film dengan tema serupa, yaitu tentang sexual celibacy atau abstinence alias kehidupan tanpa seks. Kalau dicari-cari, banyak sekali film bertema hidup selibat, tapi kali ini kita akan mendiskusikan 5 film saja — mulai dari film romcom picisan sampai satir dari auteur kesayangan sejuta umat.


Sexual abstinence atau selibat merujuk pada keadaan di mana seseorang abstain, atau gampangnya menjauhkan diri, dari aktivitas seksual entah secara total atau parsial. Istilahnya sendiri lebih diasosiasikan dengan hal-hal berbau agamis — terutama sebagai trait utama pastor atau biksu. #NoNutNovember merevolusi istilah ‘selibat’ — mengambil alihnya sebagai istilah yang bisa dipakai siapapun yang mau. Walaupun, kalau dipikir-pikir sebagian besar orang pernah hidup selibat; yang membedakan hanya durasi dan, kadang, intensinya — ya meskipun ujung-ujungnya kembali lagi persoalan agama.

Entah apapun intensinya — agama atau sukarela, terpaksa atau tertantang #NoNutNovember, ada satu hal yang bisa kita pakai untuk merayakan hidup selibat, yaitu film. Absennya seks dari kehidupan sehari-hari ini topik yang susah-susah gampang untuk dibahas. Susah karena di masyarakat ada norma yang menjadikan seks tabu dan materi yang canggung dibicarakan meskipun pada dasarnya sangat dekat. Mudah karena semua orang punya pengalaman seksual masing-masing. Untuk itu, celibacy terasa universal.

Tapi, percayalah, lebih mudah mencari film-film tentang gairah seksual yang seolah tanpa ujung; menemukan film yang merayakan sexual celibacy dengan sepenuh hati, sebaliknya, agak susah. Bukan karena jumlahnya sedikit, tapi film bertema seperti ini cenderung mudah terlihat seperti kisah self-pity. Untuk itu, mari bahas beberapa film yang merayakan sexual celibacy dengan cara uniknya masing-masing. Entah itu dengan tampil vulnerable tanpa harus jatuh ke jurang melodrama, atau dengan bermain dengan lore yang agak bablas, tapi menarik untuk dikulik. Berikut beberapa film yang saya pilih personal untuk mewakili kompleksitas selibat yang pantas dirayakan meskipun kadang mengiris hati.

01. 40 Days and 40 Nights (2002)

Josh Harnett ketika masih lebih muda

Film besutan Michael Lehman (sutradara Heathers) ini punya premis hampir 100% #NoNutNovember dengan kombinasi romcom dan elemen film reliji yang tak disangka bisa blend in. Judulnya sendiri adalah double entendre. Bisa berarti sebuah kisah dari Injil di mana Yesus Kristus berpuasa 40 hari 40 malam di padang gurun melawan berbagai godaan iblis. Di sisi lain, judul ini juga merujuk pada durasi self-challenge protagonisnya Matt Sullivan (diperankan Josh Harnett muda) dalam menahan godaan seksual dari luar maupun dalam dirinya.

Trigger-nya sangat relatable. Matt tidak bisa move on dari mantan pacarnya; akibatnya, ia selalu mengalami disfungsi ereksi ketika mencoba having sex dengan perempuan lain. Setelah mengaku dosa dengan saudaranya yang seorang frater, Matt mendapat epiphany — ia bersumpah untuk menahan hawa nafsu exactly seperti #NoNutNovember selama masa Prapaskah.

Mungkin, 40 Days and 40 Nights ini yang paling klise di antara film-film lainnya dalam list ini nantinya. In fact, kisah Matt ini terasa berantakan di berbagai lini. Namun, film ini bertutur dengan simpatik lewat dialog-dialog yang dalam di balik facade-nya yang kadang konyol, namun seringnya terlihat trying too hard. Yang membuatnya menarik adalah caranya membawakan alasan selibat tokoh utamanya — tak sesederhana yang kita bayangkan. Bayangkan betapa sakitnya suatu patah hati ketika merasakan kenikmatan duniawi saja justru terasa menyakitkan?

Untuk itu, prost untuk kalian yang berhasil mengalahkan patah hati dengan celibacy.

02. Lars and The Real Girl (2007)

Bianca dan Ryan Gosling

Yang satu ini menggambarkan celibacy dengan lebih kompleks dan kelam, meskipun filmnya sendiri tak bisa dibilang kelam secara presentasi. Lars and The Real Girl menggambarkan celibacy sebagai perwujudan duka dan rasa bersalah yang begitu mendalam — trauma yang tak tuntas, yang menjadikan protagonisnya, Lars Lindstrom (Ryan Gosling), terlibat dalam hubungan romantis namun non-seksual dengan boneka seks yang ia namai Bianca. Bagi Lars, hidup selibat bukanlah pilihan, melainkan coping mechanism-nya akan duka yang pernah ia alami dalam hidupnya sekaligus wujud penebusan dirinya karena ketidak mampuannya terhubung dengan orang lain secara wajar.

Ceritanya sendiri adalah modernisasi mitologi Yunani tentang Pygmalion yang mencintai sebuah patung gading. Namun, penulisnya Nancy Oliver (True Blood) dengan cerdas memasukkan elemen psyche yang menjadikan Lars and the Real Girl tak hanya indah, namun juga thought-provoking. Yang menarik adalah, film ini tidak menampilkan karakter-karakter yang menghakimi pilihan selibat protagonisnya —mempertanyakan, mungkin, tapi tidak menghakimi.

03. Adventureland (2009)

Mungkin karena sama-sama film Greg Mottola, Jesse Eisenberg terlihat seperti Michael Cera

Salah satu trope yang sering kita lihat di film Hollywood adalah natural born virgin — protagonis yang kadang digambarkan tak pandai dalam hal-hal romansa, apalagi berhubungan seks. Entah karena minder atau, kadang, karena memang tipe too-good-for-you, yang jelas karakter-karakter seperti ini sering kali one touch away dari seks tapi tak berhasil melepas keperjakaan atau keperawanannya sampai di akhir film.

Adventureland dari Greg Mottola ini menganut trope ini dengan sangat relijius. Digambarkan Jesse Eisenberg sebagai James Brennan, jurnalis yang harus bekerja di theme park untuk memenuhi impiannya ambil S2. Love interest-nya adalah Kristen Stewart yang memerankan Em Lewis, rekan kerja James. Hubungan mereka bisa dibilang tipe too-good-for-you tadi. Bagi karakter seperti James, selibatnya bukan kemauan sendiri, tapi karena keadaan dan ketidak pekaannya. Incel istilahnya — involuntary celibate.

Film lain yang berangkat dari trope serupa dan tak kalah menarik adalah The 40-Year-Old Virgin dari Judd Apatow. Keduanya punya tema incel yang kuat dan simpatik. Namun, jika harus memilih antara keduanya, familiaritas cerita Adventureland terasa lebih dekat daripada kejenakaan film Apatow.

04. Her (2013)

Dualitas Joaquin Phoenix diambil dengan intriguing oleh Hoyte van Hoytema

Mungkin ini pilihan film non-seksual termudah untuk bahasan celibacy ini. Ada adegan seks eskplisit memang; ada juga seks secara verbal. Namun, itu semua justru membuat pembahasan ini makin menarik.

Volcel alias voluntary celibacy (terpaksa selibat, kurang lebih begitu) adalah istilah yang menarik untuk membahas hal yang dialami Theodore Twombly (Joaquin Phoenix) di film Spike Jonze ini. Perceraian dengan sahabat masa kecilnya membuatnya tidak bahagia. Ia kehilangan segala gairah dalam hidupnya, sampai akhirnya ia menginstall OS dengan virtual assistant bernama Samantha (Scarlett Johansonn) yang bisa membuatnya menjadi manusia kembali.

Her mungkin mirip dengan Lars and the Real Girl dalam hal menjadikan hidup selibat sebagai coping mechanism. Yang membedakan adalah, Theodore memiliki pilihan untuk tidak hidup selibat. Ia memberanikan diri untuk blind date dan bahkan untuk menjalin hubungan dengan Samantha sang OS. Dan OS ini bukanlah benda mati yang dijadikan surrogate untuk kehadiran sesosok manusia. Samantha hidup dan memiliki kesadaran sendiri.

Selibatnya Theodore ini unik. Sama seperti Samantha yang tak berwujud secara fisik, selibatnya Theodore juga tak termanifestasikan secara fisik. Secara abstrak, kebutuhan seksualnya terpenuhi dalam skala neural; namun, ia tak sanggup melakukannya secara fisik, bahkan ketika Samantha menawarinya berhubungan dengan stuntwoman-nya.

Mungkin bagi beberapa orang, muscle memory itu memang benar-benar ada. Ingatan-ingatan tersebut terasosiasikan dengan seks. Karena itulah selibat yang ini terasa penuh getir.

05. The Lobster (2015)

Colin Farrell dan Rachel Weisz dalam The Lobster

Film Yorgos Lanthimos ini menggambarkan kehidupan selibat dengan lebih ekstrim lagi. Kisahnya bagaikan fabel modern tentang orang-orang yang gagal dalam percintaan. Manusia tak lagi boleh hidup tanpa pasangan. Karena itu ada sebuah program yang mengharuskan seseorang untuk menemukan pasangan dalam 45 hari saja. Yang gagal menemukan jodoh dalam periode tersebut akan diubah menjadi hewan. Intinya: dilarang selibat (secara status).

Protagonisnya, David (Colin Farrell), ditinggalkan istrinya yang Kabur dengan pria lain. Kini, dalam patah hati yang belum sembuh, ia dipaksa mencari jodoh. Jika gagal, ia hanya ingin menjadi lobster karena lobster bisa hidup selama 100 tahun dan tetap subur sepanjang hidupnya.

Ini menjadi menarik karena, secara sadar, David hanya perlu waktu untuk mengobati hatinya yang terluka. Bukan dengan cara mengikuti program cari jodoh wajib dalam waktu satu setengah bulan. Ia bahkan berharap masih ada 100 tahun lagi untuk bisa sembuh dari lukanya. Selibat yang ia pilih masuk akal meskipun di dunia distopia yang serba bizarre. Terkadang, selibat memang hanyalah solusi paling logis untuk beberapa orang.


Ditulis oleh Paskalis Damar yang sering menulis di sinekdoks.com dan @sinekdoks di Twitter.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s