Selamat datang di Dune versi modern kisah fiksi ilmiah klasik dari masa yang sangat jauh di depan di mana perjalanan spiritual sakral Paul Atreides bermula. Dune menjadi Sajian opus opera space sci-fi dari seorang Denis Villeneuve yang sekali lagi sukses memadukan narasi klasik tentang good vs. evil dengan kekuatan teknis visual yang luar biasa bersama iringan scoring menggelegar Hans Zimmer, menjadikan Dune sebagai salah satu pengalaman sinematik paling dahsyat tahun ini.

Jujur, saya tidak terlalu memedulikan Dune. Tak pernah tertarik dengan adaptasi novel fiksi ilmiah super laris buatan Frank Herbert ini meski hampir dua dekade kemudian juga pernah dibuatkan versi filmnya oleh David Lynch atau versi mini seri tiga episodenya John Harrison di tahun 2000 silam. Satu-satunya pengalaman saya bersentuhan dengan dunia Dune adalah ketika memainkan video game-nya; Dune II (1992), sebuah real time strategy yang bagus. Lantas, apa yang membuat saya begitu bersemangat menantikan varian 2021 ini? Ya, tidak lain tidak bukan adalah nama seorang Denis Villeneuve.
Ya, Denis Villeneuve adalah salah satu sutradara favorit saya. Saya begitu memuja sutradara asal Kanada ini semenjak ia mengadaptasi tragedi Montreal Massacre dalam Polytechnique yang kemudian dilanjutkan dengan Incendies yang mencengangkan, film yang juga membuat namanya semakin dipercaya untuk menukangi proyek-proyek lebih besar, sebut saja dua thriller di 2013: Prisoners dan Enemy, Sicario yang meski tak menarik banyak minat penonton umum tapi begitu banyak pujian dari kalangan kritikus sampai kisah invasi alien dalam Arrival yang luar biasa itu. Belum saya menyebut remake dari sci-fi legendaris, Blade Runner 2049.
Jadi apakah setelah melalui proses panjang semenjak Legendary secara resmi mendapat hak cipta untuk televisi dan filmnya serta bongkar pasang personel dan kru membuat Dune versi Villeneuve ini bakal benar-benar bisa menerjemahkan semangat novel dari Frank Herbert? Jawabannya: saya tidak terlalu peduli. Kenapa? Seperti yang saya katakan di atas, saya dan mungkin banyak penonton lain tak begitu peduli dari mana Villeneuve mengadaptasi ceritanya, toh, penonton veteran atau tidak, pada akhirnya kamu tetap akan menikmati kisah perjalanan besar Paul Atreides (Timothée Chalamet), putra dari Duke Leto Atreides (Oscar Isaac) pemimpin tertinggi dari House Atreides dan Lady Jessica (Rebecca Ferguson) dari klan penyihir Bene Gesserit ini.
Banyak istilah yang terasa asing terdengar? Tentu kamu tidak sendiri merasakannya. Buat para penonton non veteran, tenang saja, Villeneuve ini adalah contoh sutradara sekaligus tour guide yang baik dalam menuntun kita para manusia awam dalam menjelajahi semesta Dune dengan selamat sampai ujung. Narasi tentang good vs evil dengan latar waktu di masa depan yang sangat jauh dari sekarang termasuk di dalamnya tentang konflik politik monarki antar galaksi, perebutan kekuasaan dan melange (rempah-rempah) dari planet tandus Arrakis antara dua fraksi terbesar jagat raya; House Harkonnen pimpinan Baron Vladimir Harkonnen (Stellan Skarsgård ) dan musuh bebuyutannya, House Atreides yang semua terdengar rumit itu, bahkan konon novel Dune menjadi salah satu novel yang sangat susah untuk difilmkan.
Namun di sini narasi adaptasi Villeneuve yang dalam penulisannya turut dibantu oleh Jon Spaihts dan Eric Roth dengan pintar memanfaatkan ruang panjang durasi masifnya (155 menit dan ini pun masih bagian pertama dari 2 seri yang direncanakan) untuk memberi pondasi kuat Dune. Ya, harus diakui alurnya memang pelan, tapi seperti hampir semua film-film Villeneuve lain yang memang tak pernah berniat untuk melaju kencang, Dune pun mendapat perlakuan yang sama. Pelan namun piawainya Villeneuve memanfaatkan semua elemennya dengan efektif untuk membentuk sempurna mood dari Dune, membuat 155 menitnya berasa berlalu begitu cepat.

Villeneuve adalah sutradara yang memuja teknis hampir di setiap filmnya, tak terkecuali Dune yang mendapatkan kekuatan terbesar, khususnya dari desain produksi, kostum, spesial efek termasuk departemen visual dan audio yang kombinasinya menghasilkan salah satu pengalaman sinematik terbaik tahun ini. Sempat khawatir dengan pergantian DOP dari Roger Deakins ke Greig Fraser (Rogue One: A Star Wars Story, Zero Dark Thirty, Lion) namun dengan cepat kekhawatiran itu lenyap melihat apa yang dilakukan Fraser ketika ia dengan sangat luar biasa mewujudkan visi penceritaan Villeneuve akan dunia Dune yang immersive, masif, megah dan agung melalui tangkapan kameranya yang jenius.
Setiap momen di Dune seperti rangkaian puisi bergerak yang indah, bahkan momen action-nya. Dari pemandangan menakjubkan angkasa bersama model-model pesawat aneh sampai menukik tajam ke dataran gersang Arrakis yang dikuasai oleh para cacing raksasa dan ras Fremen. Semua momennya terhampar dalam bingkai sinematografi ciamik membius yang kemudian masih dipadukan dengan iring-iringan musik score dari Hans Zimmer yang menggetarkan seisi studio bioskop termasuk jiwa kecil saya ini.
Kalau ada satu lagi elemen yang semakin membuat Dune semakin perkasa adalah jajaran casting “AAA”-nya. Dikuasai dengan banyak nama-nama besar, nyaris selalu ada wajah familiar di setiap adegannya. Namun Dune tidak hanya bermodal ensemble cast mentereng saja karena setiap pemainnya juga berhasil menjalankan perannya masing-masing dengan sangat baik, dari Timothée Chalamet yang cukup mengejutkan tampil memuaskan sebagai karakter sentral Pangeran Paul Atreides yang charming dan rapuh di saat bersamaan.
Sementara di sampingnya ada Rebecca Ferguson memesona sebagai Lady Jessica yang dijepit tiga kepentingan, sebagai ibu buat putra satu-satunya, istri buat salah satu penguasa terkuat jagat raya dan juga Bene Gesserit dengan misi mistisnya tersendiri. Duke Leto Atreides yang dikuasai Oscar Isaac memberi kesan pemimpin karismatik dan bijaksana sementara di sudut gelap Harkonnen ada Stellan Skarsgård di balik polesan prostetik mengerikannya dengan performa luar biasa menghidupkan karakter jahat Baron Vladimir Harkonnen. Masih ada Josh Brolin, Dave Bautista, Charlotte Rampling, Jason Momoa sampai Javier Bardem yang meski tak banyak mendapatkan screen time namun kehadiran mereka membuat Dune semakin terasa solid.
Ditulis oleh Hary Susanto a.k.a Hafilova