Genre slasher termasuk cabang horor yang paling laku di kalangan remaja. Para penonton muda akan relate dan gampang terbawa keseruan saat karakter manusianya dikejar-kejar sampai setengah mampus. Kita juga suka melihat pembunuh-pembunuh sadis beraksi dengan segala keunikan dan keedanan mereka. Sejak mulai ngehits di 80-an, film slasher memang selalu dibuat dekat dengan target market yakni remaja. Menggunakan judul dari nama-nama tanggalan, atau peristiwa, yang lagi happening. Merancang antagonis atau karakter pembunuh dengan topeng atau atribut seram lainnya. Gak heran franchise Halloween bisa sukses. Judul terbarunya yang tayang Oktober ini adalah Halloween Kills. Tepat sekali, karena dijamin ntar tanggal 31 Oktober, pasti banyak anak muda merayakan pesta halloween dengan mengenakan kostum-kostum terinspirasi dari karakter film horor, dan genre slasher pasti tak ketinggalan. Slasher memang semenyenangkan itu. Kita hanya bisa membayangkan sebetapa have fun-nya para aktor pemeran antagonis film slasher saat memerankan karakter mereka. Saat mereka merasuk ke dalam kepala seorang pembunuh yang punya beragam konflik kelam, dan meledakkan karakter tersebut menjadi sebuah penampilan akting yang ikonik selamanya.

Mendiang kritikus Amerika, Roger Ebert, menyebut film slasher sebagai “Dead Teenager Movies“. Karena memang ciri khas film slasher adalah adegan-adegan pembunuhan berantai para karakter remaja oleh seorang (biasanya bersenjata tajam) yang entah itu psikopat, terlampau cerdas, atau nyaris superhuman. Itulah yang membedakan slasher dengan horor biasa. Slasher enggak hanya menakuti dengan jumpscare atau penampakan. Melainkan akan selalu terdapat adegan-adegan pembunuhan atau penyiksaan. Adegan-adegan tersebut biasanya ditampilkan dalam rentang sadis yang benar-benar bikin ngilu hingga ke yang lebih komikal. Yang lebih over-the-top.
Makanya dalam genre slasher, peran antagonis atau karakter serial killer memiliki fungsi yang sangat besar. Malah bisa dibilang, serial killer-nya itulah yang jadi ‘bintang utama’ dalam film atau franchise-nya masing-masing. Kita tidak bisa membuat film slasher, tapi dengan karakter pembunuh yang biasa-biasa. Mereka harus spesial. Dan tentu saja harus dimainkan dengan sama spesialnya. Karakter serial killer tersebut bisa berupa karakter yang pendiam tapi presence-nya super nyeremin. Ada yang begitu culas, sampai kita pengen nabok tapi tentu saja enggak berani. Ada juga yang saking edannya kita justru jadi kagum. Dan tak jarang pula yang kocak tapi kita tahu sebenarnya sangat berbahaya.
Meranin karakter serial killer bukan sekadar mengenakan kostum dan mengayun-ayunkan pisau. Tetap ada permainan akting yang gak ngasal di baliknya. Bagaimana seorang aktor menghidupkan tokoh jahat menjadi ikonik, mengubah over-the-top menjadi memorable. Jadi, di sini aku mau ngobrolin soal itu. Mau mengurutkan hingga ke penampilan yang terbaik. Inilah daftar delapan besar pemeran karakter pembunuh dalam film slasher, yang telah sukses menakuti sekaligus menghibur kita, with their killer performances!
8. Tony Todd, franchise Candyman

Candyman adalah makhluk urban legend yang akan mengoyak perutmu dengan tangannya yang seperti kait bajak laut, jika kamu nekat menyebut namanya lima kali di depan cermin. Seram, tapi sebenarnya film Candyman enggak langsung sukses saat pertama kali tayang di tahun 1992. Film Candyman justru jadi gede dan mencapai status cult setelah kegagalan di bioskop. Dan salah satu penyebab Candyman bisa naik status dengan perlahan tapi pasti itu adalah akting dari Tony Todd sebagai sosok Candyman.
Presence dan kharisma Tony Todd menguatkan karakternya yang misterius. Penonton menikmati misteri lewat bagaimana Tony Todd mengarahkan karakternya ini. Suaranya yang dalam, bahkan mampu membuat kita bersimpati, sangat mendukung backstory karakternya yang tragis. Tapi sekaligus suaranya yang khas itu jadi peringatan, bahkan ancaman, bahwa sosok ini gak bisa diajak main-main.
Candyman versi terbaru juga akan rilis Oktober tahun ini. Tony Todd sudah dikonfirmasi akan kembali memerankan Candyman. Benar-benar tak tergantikan!
7. Betsy Palmer, film Friday the 13th

Semuanya bermula dari emaknya Jason, yang memang lebih edan daripada si Jason. Dan penampilan Betsy Palmer saat memerankan Mrs. Voorhees ini memang telah memperdaya kita semua. Dia berubah dari ibu-ibu penjaga camp yang baik dan sangat pedulian, menjadi emak-emak tukang balas dendam tanpa welas asih. Akting Besty Palmer membuat twist tersebut jadi natural. Karena kita melihat matanya, dan kita percaya bahwa dia beneran ibu-ibu yang telah buta hati. Dia membuat kita percaya bahwa ibu-ibu yang tampaknya normal, bisa berubah menjadi pembunuh. Dan tidak ada yang lebih mengerikan daripada orang biasa, ternyata sanggup membunuh.
Betsy Palmer menggali dalam-dalam karakternya ini. Dia mengerti psikosis Mrs. Voorhees, dan dia memperdalam karakternya menjadi bukan sekadar ibu yang dendam, tapi juga seorang yang merasa diri paling benar. Karakter yang ia perankan jadi berlapis olehnya.
6. Shareefa Daanish, film Rumah Dara/Macabre

Indonesia jarang banget punya genre slasher. Bahkan lebih jarang lagi punya karakter slasher yang bener-bener ikonik. Rumah Dara ini tayang tahun 2009, udah dua-belas tahun loh. Kita belum punya lagi karakter yang sefenomenal Dara ini.
Mungkin, itulah bukti betapa berhasilnya Shareefa Daanish memerankan perannya. Udah kayak, kalo bukan Shareefa, enggak ada lagi yang bisa. Fresh dari peran-peran di drama dan komedi, saat itu, Shareefa langsung menerapkan permainan ekspresi dan intonasinya ke dalam nada horor nan sadis. Setiap kali dia tampil sebagai Dara, Shareefa bikin kita lupa bahwa dia adalah barista konyol di acara TV. Kita langsung segan melihat Dara yang mengajak kita bersama karakter film duduk di meja makan. Lihat saja fotonya. Matanya seakan ingin melahap kita bulat-bulat!
Shareefa Daanish masih main karakter horor sampai sekarang. Tapi belum ada yang se-ikonik dia sebagai Dara. Genre slasher tampaknya berhasil membawa yang terbaik dari seorang Shareefa Daanish.
5. John Jarratt, franchise Wolf Creek

Dari Indonesia kita berangkat ke Australia. Mungkin belum banyak yang pernah mendengar film Wolf Creek. Karena memang filmnya biasa-biasa aja. Namun berkat asiknya akting aktor senior John Jarrat, film tersebut beranak pinak menjadi dua sekuel dan dua season serial. Film ketiga franchise ini dilaporkan sedang dalam proses penggarapan.
Jadi apa yang dilakukan oleh John Jarratt sehingga franchise ini jadi sesukses itu? Jarratt jadi pembunuh turis. Orang asing yang melancong ke pinggiran Australia akan sial kalo ketemu sama karakter Mick yang diperankan Jarratt. Dia melakukan semua. Menipu. Pura-pura baik. Ngasih obat bius. Nembakin para turis kayak binatang buruan. Dan monolog. Di monolog itulah kuncinya. Jarratt mampu mengucapkan kalimat yang begitu panjang – baik tentang pandangan politiknya, pandangannya tentang budaya, dan berbagai hal lain – dan kita akan mendengarkan dengan seksama. Jarratt membuat kita tertarik dengan siapa sebenarnya karakter yang ia perankan itu.
Dengan akting Jarratt, keseruan film ini tidak hanya datang dari saat Mick menyiksa turis (senjata andalannya pistol, tapi kesenangan baru dimulai saat dia mulai menghunus pisau), tapi dari interaksinya dengan calon-calon korban. Jarratt memainkan Mick seperti pamanmu yang suka membual, tapi kita suka karena dia adalah pencerita yang hebat. Kami akan terus mendengarkanmu, Paman Mick! (tapi please, jangan tembak kami).
4. Brad Dourif, franchise Child’s Play

Brad Dourif adalah pemenang Oscar untuk Best Supporting Actor. Dan ketika kau adalah seorang pemenang Oscar dan diminta untuk menyuarakan karakter boneka yang bisa berjalan, mengambil pisau, dan menggorok leher pemiliknya yang ketiduran di depan TV, hanya karena boneka itu kesal sama siaran yang sedang ditonton – apa yang kau lakukan?
Dourif memahami jiwa perannya ini. Dia tahu persis bahwa Chucky harus dimainkan selantang, sevulgar, dan se-over-the-top yang ia bisa. Dan dia begitu benar seratus persen. Bayangkan kalo Chucky malah bersuara sok misterius dan sok cool. Enggak akan berhasil!
Apapun yang dilakukan Dourif untuk menghidupkan Chucky, jadi fenomenal. Mulai dari ketawa terkekeh-kekehnya, bujukan sok polosnya kepada anak-anak, jeritan sumpah serapahnya. Dourif dengan sempurna menghidupkan reaksi Chucky si boneka, lewat voice-acting-nya yang tepat sasaran. Dan kita beruntung masih bisa sekali lagi menyaksikan kebolehan Dourif, lewat serial baru Chucky yang tayang Oktober ini!
3. Matthew Lillard, film Scream

Sekarang sih, kita sudah tahu kalo kalimat itu merupakan dialog spontan (di luar skenario) yang diucapkan oleh Matthew Lillard dalam klimaks film yang udah sukses mendekonstruksi genre thriller; Scream (1996). Tapi ingat tidak saat menonton adegan tersebut pertama kali? Kesan apa yang timbul melihat adegan dua cowok sedang show off membeberkan rencana pembunuhan berantai yang mereka lakukan itu? Ya, semuanya tampak demikian natural. Sebagai Stu, Matthew dilaporkan banyak melakukan improvisasi, sampai-sampai kita justru heran adegan tersebut ada naskahnya.
Bagian hebatnya adalah, Stu bukanlah karakter yang ‘grounded’. Melainkan justru diniatkan sebagai super komikal, histerikal, lebay. Sebagai kontras dari penjahat satu lagi yang lebih tenang dan penuh perhitungan. Matthew awalnya memerankan Stu sebagai remaja konyol, yang hobi bercanda dan tak pernah serius. Setelah pengungkapan, Stu ternyata salah satu otak di balik Ghostface, dan dia berubah menjadi lebih gila lagi. Dan di tangannya, Stu ini tidak pernah jadi annoying ataupun tampak bego. Dia justru jadi penjahat paling favorit seantero franchise Scream.
Mari kita lihat apakah penjahat di film terbaru Scream di awal tahun depan akan merebut itu dari Matthew Lillard.
2. Robert Englund, franchise A Nightmare on Elm Street

Bicara tentang akting over-the-top, Robert Englund bisa jadi adalah rajanya. Mereka sempat mengganti pemeran Freddy Krueger di film reboot, dan film tersebut katakanlah “tidak berjalan dengan baik”.
Metode Englund memerankan Krueger adalah dengan menjadi sedramatik mungkin. Selebay mungkin. Dan mengingat franchise itu adalah seputar dunia mimpi (Freddy Krueger adalah semacam setan dari alam mimpi), tidak ada batasan dalam dramatis dan kelebayan itu. Semua dijabanin sama Englund. Dia paham cara berjalan di garis antara kekonyolan dengan hal mengerikan.
Seiring sekuel yang bertambah banyak, Freddy juga semakin konyol. Konsepnya udah kayak Looney Tunes versi horor berdarah-darah. Penampilan Robert Englund membuat film-film tersebut masih layak, dan masih mengerikan, untuk ditonton. Tidak peduli betapa konyolnya trik dan candaan yang ia lakukan sebelum membunuh para remaja. Sampai sekarang, kalo ingat film Freddy, aku sesekali masih jadi segan tidur. Takut Freddy dengan tangan yang dipanjangin mengejarku di gang yang gelap.
Sebelum masuk ke peringkat satu, berikut beberapa ‘honorable mentions’:
- Christian Bale, film American Psycho (walaupun karakter serial killer, tapi filmnya lebih berupa drama horor)
- Tobin Bell, franchise Saw (sepertinya awalnya mau jadi franchise slasher, tapi malah nyiptain subgenre horor sendiri)
- Warwick Davis, franchise Leprechaun (baru nonton satu film dari franchise-nya)
- Emma Roberts, film Scream 4 (jatuh cinta sama Emma lewat aktingnya di sini, tapi terpaksa gak masuk, karena udah ada yang original)
Sidney Prescott, heroine franchise Scream, bilang “Don’t f**k with the originals!”, maka daftar inipun tidaklah melupakan origin dari genre slasher. Film yang disebut-sebut sebagai IBU dari genre bunuh-bunuhan psikopat.
1. Anthony Perkins, film Psycho

Sebagaimana Psycho jadi standar untuk mengembangkan elemen-elemen slasher dan misteri di horor pada umumnya, akting Anthony Perkins sebagai Norman Bates jadi standar untuk karakter pembunuh yang tak-terduga. Dan ya, standar yang telah disetnya lebih dari enam-puluh tahun lalu itu, adalah standar yang sangat tinggi.
Selain slasher, Psycho juga memiliki elemen psychological horor. Dua cabang yang di zaman sekarang nyaris mustahil bersama. Karena yang satu adalah horor fisik, yang satunya lagi horor mental. Maka dari itulah permainan akting Perkins jadi begitu fenomenal. Pada dasarnya, Perkins memainkan pembunuh berantai dengan kepribadian ganda. Dia harus membuat kita takut kepada dirinya dalam dua hal tersebut, menembus kepribadian karakternya yang ramah.
Adegan Perkins bicara kepada kamera, dengan mulus berganti ‘karakter’, adalah bukti dia berhasil menjawab tantangan peran yang diberikan Alfred Hitchcok kepadanya. Coba deh tonton, dan katakan kepadaku kalian tidak merinding ‘diajak ngobrol’ oleh Perkins di adegan terakhir itu. Adegan tersebut tetap akan menjadi salah satu adegan paling diingat dalam sejarah sinema pada umumnya.
Oke, jadi, maaf Jason. Maaf Michael Myers. Kalian memang karakter ikonik, tapi pemeranan dari para aktor membuat serial killer jadi tidak sekadar sosok pake topeng, tidak bisa mati, dan punya badan (dan pisau) gede!
Ditulis oleh Arya Pratama Putra dari mydirtsheet.com
One thought on “8 Penampilan Karakter Serial Killer Ter-GoKill dalam Film Slasher”